Paramita Tri Ratna, Erhantya Gitta Mustika, dan Okky Puspitasari, tiga JaWAra Internet Sehat dari Jawa Timur, kembali dengan seri pengasuhan digital kedua mereka yang bertajuk “Anak Bijak Bermedia Sosial”. Acara ini diselenggarakan pada tanggal 8 Oktober 2022 di Cleo Hotel Jemursari, Surabaya.

Acara yang merupakan sarana berbagi praktik baik bagi orang tua dan orang dewasa di sekitar anak ini masih menggandeng beberapa mitra kolaborasi dan mitra komunitas yang sama maupun baru, yaitu Rangkul Surabaya, PAUD Anak Ceria, PUSPAGA Surabaya, She Radio, Ladang Lima, AIMI Jatim, IIP Suramadu, Babywearers.031, Read Aloud Surabaya, dan UNICEF FO Surabaya.

Seri pengasuhan digital kedua ini dihadiri oleh 34 orang dan dibuka dengan pemutaran video tentang Rangkul Surabaya dan KeluargaKita oleh bu Najeela Shihab. Acara dilanjutkan dengan pemaparan materi pertama oleh bu Naning Pudjijulianingsih, Child Protection Specialist UNICEF FO Surabaya.

Bu Naning menjelaskan seperti apa situasi anak di ranah daring, ada atau tidak situasi yang buruk di ranah daring, bagaimana sistem perlindungan anak, dan bagaimana membuat lingkungan yang aman dan ramah anak, terutama di dunia digital. Beliau juga menjelaskan salah satu program UNICEF yang bernama SAFE4CONLINE (Safe & Friendly Environment for Children Online).

Lebih lanjut Ia memaparkan data dan hasil studi UNICEF yang berhubungan dengan anak dan internet, yaitu bahwa penduduk kita lebih dari 50% sudah terhubung dengan internet, termasuk anak-anak kita. Sementara hasil studi unicef menyebutkan bahwa 3 dari 10 anak mengalami eksploitasi dan kekerasan seksual online.

Beliau juga menyampaikan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 negara teratas dengan kasus kekerasan seksual anak online tertinggi. Dipaparkan juga hasil jajak pendapat U-Report 2019 terhadap 2.777 anak muda usia 14-24 tahun yang menemukan bahwa 45% anak muda mengalami cyberbullying dengan jumlah anak laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan (49%-41%). 

Data-data ini menunjukkan betapa luar biasa implikasi akses internet pada kelompok anak-anak. Selain itu, tidak sedikit juga korban di ranah digital yang merasa tidak merasa perlu melaporkan karena takut, malu, dan sebagainya. “Padahal, pelanggaran hak anak, termasuk di ranah daring, itu dapat dilaporkan, salah satunya melalui SAPA 129,” kata Ibu Naning.

Menurutnya lagi, jauh lebih baik membuat anak menjadi mandiri dan punya kapasitas menolak terhadap hal yang akan melukai dirinya sendiri, terutama di media daring.

“Kita nggak boleh melarang anak mendapatkan informasi, karena itu termasuk hak anak, ada undang-undangnya. Tapi masalahnya, informasi yang ada di dunia digital tidak bisa di screening. Yang paling baik, mengajak mereka berpartisipasi, mengenali mana informasi yang baik mana yang berdampak buruk, dan melindungi dari bentuk kekerasan apapun,” jelasnya.

Bu Naning merasa apa yang dilakukan tim JaWAra Internet Sehat bersama Rangkul inilah yang bisa menjangkau masyarakat mikro dan lingkungan terdekat (lingkungan keluarga, teman, guru, dan sebagainya). Keterbatasan layanan yang disediakan pemerintah dapat terbantu dengan kehadiran kegiatan edukasi seperti ini.

“Sebetulnya senang sekali ada Rangkul, dan pengen bekerja barengan, karena sesuai dengan misi kami yaitu memastikan semua anak tumbuh dan besar di lingkungan yang aman dan ramah,” tuturnya.

Pemaparan materi kedua disampaikan oleh Okky Puspitasari, JaWAra Internet Sehat sekaligus seorang Pelatih Pendidikan Keluarga dari Rangkul Surabaya. Okky membuka segmen kedua dengan mengajak peserta untuk berefleksi tentang bagaimana aktivitas orangtua maupun anak ketika berhadapan dengan media sosial.

Respon peserta pun cukup menarik. Beberapa peserta merasa sebagai orangtua dengan media sosial, mereka terkadang gatal ingin kasih komentar, suka posting ke sosmed kejadian yang dialami saat itu, tapi juga follow beberapa akun gosip.

Setelah itu Okky menjelaskan tentang salah kaprah di media sosial terkait pengasuhan anak. Ia juga menjelaskan beberapa tantangan yang dihadapi anak saat bermedia sosial, diantaranya cyberbullying, cyberstalking, cybercrime, FoMo, cyber sexual harrassment, dan Pembelian fitur di media sosial/online game.

Selanjutnya Okky juga berbagi tentang panduan atau tips mendampingi anak bijak bermedia sosial. Salah satunya adalah ikut mengajarkan dan memberi contoh kepada anak bagaimana bermedia sosial dengan bijak dan aman, membuat kesepakatan dengan anak sesuai dengan batasannya, serta melakukan observasi dan refleksi jika anak mengalami perubahan perilaku karena bermedia sosial.

Adapun yang bisa dihindari orangtua menurut pemaparan Okky adalah jangan terlalu ikut campur dengan kegiatan anak di media sosial. Hal itu justru bisa mengakibatkan anak menjadi lebih tertutup dan tidak ingin menceritakan kejadian yang dialaminya kepada orang tua.

Segmen kedua kemudian dilanjutkan dengan nobar video materi yang dipaparkan oleh Tiara Erlita dari Tim Kurikulum Keluarga Kita.

Pada sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan tentang tips menitipkan anak saat harus bekerja sementara mertua atau orang tua terus-terusan kasih gawai ke anak. Pertanyaan ini dijawab oleh narasumber Nadya Wulan, Ibu Rumah Tangga dan Content Creator. 

Menurut pengalamannya, orang tua harus bersepakat dahulu untuk tahu apa yang diinginkannya ketika anak diasuh oleh orang tua/mertua. Nadya juga menyarankan untuk membicarakan hal ini dengan mertua/orang tua dalam keadaan yang tenang dan santai.

Sebelum menutup acara #SeriPengasuhanDigital kedua ini, Okky kembali mengajak peserta dan narasumber untuk membuat rencana aksi dari ilmu yang didapat hari itu. Peserta pun beramai-ramai menuliskan rencana aksi mereka ke post-it yang sudah disediakan oleh panitia.

Semoga semua orang tua dan segenap pemangku kepentingan terkait pengasuhan digital anak terus saling mendukung dan berkolaborasi demi terciptanya ruang digital yang aman bagi anak. Sampai jumpa di Seri Pengsuhan Digital 3: Kompetensi Anak di Dunia Digital! (ses)