Upaya pemerintah dalam menangani pandemi Covid 19 secara berjenjang, mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah telah memasuki tahun kedua. Namun tidak sedikit dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah berujung pada sikap sentimen publik pada penyelenggara pemerintahan. Bukan tanpa alasan, salah satu penyebabnya yakni adanya pemahaman parsial terhadap sejumlah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga setiap keputusan pemerintah diharapkan kedepan tak hanya menyiapkan cikal bakal aturan, tetapi juga turut memikirkan desain komunikasi dan penyebaran informasi tentang peraturan yang akan diterapkan.
Hal itu diungkapkan Shalahuddin, seorang pegiat literasi digital di Sulawesi Barat yang kini tergabung dalam program jaWAra Internet Sehat pada talkshow rutin bersama Radio Suara Manakarra RasFM 95,2.
Lebih lanjut, pria berkacamata ini menuturkan, sejak pandemi Covid 19 publik Indonesia telah disuguhi dengan sejumlah peraturan baik yang datangnya dari pusat hingga peraturan yang diterbitkan secara khusus oleh pemerintah daerah untuk menopang penanganan Covid 19. Namun, sekali lagi muncul penolakan sebab desain artikulasi pesan dari peraturan tersebut selain sulit dipahami, juga tak menawarkan alternatif lain yang lebih persuasif.
“Jadi upaya pemerintah kita ini memang sudah menyiapkan regulasi yang relevan dengan kondisi kita ini. Tetapi pada proses dan desain diseminasi informasi peraturan itu masih menyajikan format komunikasi dan informasi satu arah yang sifatnya formil. Misalnya hanya dengan berbasis surat edaran. Sementara masyarakat kita dalam tingkat pemahamannya beragam jika formatnya hanya satu. Sehingga membuka ruang pemahaman yang parsial. Jadi sebelum kita bicara ada yang memanfaatkan pesan komunikasi itu sebagai konten hoaks, memang dari awalnya dalam memahami informasi itu sejak awal sudah tidak utuh. Akhirnya saat dibagikan, tentu akan mengalami distorsi informasi. Kita pada akhirnya butuh informasi grafis berbasis digital untuk memudahkan masyarakat kita. Karena kecenderungan kita adalah sebagai masyarakat visual,” urainya pada talkshow yang di pandu Yuyun Hafrianti itu.
Saat dimintai komentarnya terkait desain komunikasi informasi yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini, Shalahuddin menilai saat ini pada sejumlah daerah diberbagai tingkatan telah melakukan pendekatan persuasif. Namun belum serempak antara pola diseminasi yang formil dan desain informasi berbasis visual. “Sederhananya informasi itu sebaiknya dishare bersamaan dengan pesan informasi yang telah di desain secara grafis. Agar tidak terjadi bias yang lain karena tidak adanya pola antisipatif yang dilakukan sebelumnya,” katanya.
Selain itu, kata Dia, secara khusus desain informasi di tengah pandemi itu sangat dibutuhkan kehati-hatian. Sebab saat ini kondisi psikis masyarakat kita sedang dalam suasana kebathinan yang serba tidak pasti.
“Mereka untuk makan saja sulit sekarang. Sehingga sangat sensitif jika ada kebijakan-kebijakan tidak populis yang diputuskan oleh pemerintah. Sehingga dari tiga prinsip diseminasi informasi Cepat, Akurat dan Mudah bisa seiring dijalankan. Jangan hanya menyebar informasi dengan dua alas cepat dan akurat saja. Tapi sekiranya dipikirkan juga bagaimana kemudahan dalam mengakses dan memahaminya. Kita tetap dalam ranah menyupport dalam penanganan pandemi ini. Tetapi kita butuh kontribusi pemikiran dari berbagai pihak juga bisa diakomodir agar semua tidak ada yang merasa tertinggal,” tutupnya. (lsdh)