Mariana Yunita H Opat, JaWAra Internet Sehat dari Nusa Tenggara Timur memulai rangkaian “Skol Digital” untuk anak dan remaja di Pulau Timor dan Alor. Rumah Belajar Samaria menjadi lokasi pertama yang dikunjungi untuk melaksanakan kegiatan edukasi hoaks dan privasi digital.
Skol Digital adalah sekolah digital. Kata “skol” diambil dari bahasa Timor yang artinya sekolah. Mariana menginisiasinya dibantu oleh Yosefa Saru (Trainer SIDP dan Anggota Tenggara Youth Community).
Besar harapannya untuk mengedukasi anak dan remaja (usia 12 – 25 tahun), orang tua dan pendamping (guru, pendamping komunitas, guru sekolah minggu) lewat kehadiran skol digital ini.
Mariana memulai roadshow skol digital di Rumah Belajar Samaria di Noelbaki, Kabupaten Kupang. Kegiatan ini juga akan dilakukan di beberapa wilayah Pulau Timor (Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten TTU) dan Alor dalam bentuk edukasi mengenai Hoaks (berita bohong) dan Privasi Digital.
Walaupun judulnya adalah sekolah, Mariana punya cara sendiri dalam memberikan edukasi agar tidak terkesan kaku. Melainkan lebih kreatif, interaktif, inklusif dan informatif lewat games dan diskusi.
Ia pun berharap peserta Skol Digital yang lulus atau berhasil mengikuti Skol sampai selesai akan menjadi “Atoen a’peo pah” bagi anak, remaja dan orang tua lainnya di wilayah mereka tinggal.
Ada 35 anak yang hadir di Rumah Belajar Samaria senin sore, 15 Agustus 2022. Mariana memulai sesi dengan berkenalan dan games singkat lalu dilanjutkan ke sesi buah pikiran.
Di sesi buah pikiran, anak-anak menuliskan yang mereka ketahui mengenai internet dan sosial media di sticky notes berbentuk buah warna warni. Meskipun umurnya masih cukup muda, antara 8-15 tahun, ternyata anak-anak sudah paham tentang sosial media dan penggunaannya.
Semua peserta yang hadir bisa mengungkapkan isi pikiran mereka dengan baik terkait dengan pengetahuan mereka mengenai internet dan media sosial. Walaupun tidak semua punya akses gawai, akan tetapi peserta ini terpapar lewat komunikasi dan interaksi dengan temannya yang punya akses gawai.
Hal ini bisa menunjukkan bahwa anak yang tidak punya akses pada gawai dan internet belum tentu tidak terpapar dengan internet dan media sosial. Rasa penasaran anak bisa membuat anak ingin mencari tahu bahkan lewat teman yang punya akses tersebut.
Sesi yang paling menarik adalah ketika bermain Ular Tangga Internet Sehat. Media ini sangat cocok digunakan untuk edukasi mengenai internet dan dampaknya pada anak dengan cara yang menyenangkan.
Anak-anak juga punya banyak kesempatan untuk berbicara dan bercerita bagaimana menghadapi bahaya di internet, bahaya apa saja yang mungkin mereka hadapi, apa yang harus dilakukan, dan jika ada teman yang mengalaminya mereka sudah tahu harus berbuat apa. Bahkan celotehan seorang anak perempuan berumur 11 tahun membuat semua peserta tertawa. “Bahaya kalau kenal dengan orang di media sosial nanti bisa diculik” ucapnya.
Beberapa anak juga bercerita tentang waktu penggunaan sosial media. Rata-rata mereka mengaksesnya 4-8 jam dalam sehari dan digunakan untuk refreshing dan media belajar. Untuk itu Mariana mencoba menjelaskan dampak yang mungkin dihadapi saat bermain sosial media serta cara bijak agar tidak mudah terpapar berita yang tidak benar di internet.
Tanggapan positif pun datang dari peserta yang mengikuti Skol Digital. “Kegiatan seperti ini sangat berguna untuk anak-anak karena sejak dini sudah diinformasikan mengenai internet dan media sosial. Melihat saat ini anak-anak cukup rentan menjadi target dari tindak kejahatan di dunia internet” ungkap Sela, anggota Rumah Belajar Samaria.
Sampai jumpa di Skol Digital selanjutnya. (ria)