Muhammad Patli merupakan JaWAra internet Sehat Kepulauan Riau. Ia semangat untuk memberikan kesempatan yang setara kepada teman-teman disablitas untuk mendapatkan akses literasi digital. Ia memperkenalkan gadget serta pemanfaatannya kepada di SLB Kabupaten Natuna. Kehadiran Patli membawa warna baru di pendidikan SLB, bahkan para guru bersyukur Patli dan teman-teman mengenalkan teknologi dan edukasi literasi digital kepada para murid, tentunya dengan cara yang menyenangkan.

Ibu Rina guru SLB Kabupaten Natuna, membuka tulisan ini dengan cerita yang menyesakkan rongga dada. Sebagai perintis Sekolah luar biasa pertama di Natuna, ada banyak asa yang terpendam didalam cerita, bagaimana perjuangan beliau untuk menciptakan kesetaraan ditengah negatifnya stigma anak anak inklusif.

“Tahun pertama adalah tahun yang paling berat bagi kita karena stigma anak anak berkebutuhan khusus masih sangat negatif. Bahkan di tahun 2018 masih ada anak anak berkebutuhan khusus yang dipasung karena dianggap berbahaya. Jadi tahun pertama hampir tidak ada orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus yang mendaftarkan anaknya kesekolah SLB karena masyarakat masih menganggap SLB sebagai sekolah untuk anak cacat dan orang gila,” ucap Ibu Rina dengan mata berkaca.

Meskipun dengan stigma yang negatif semangat Ibu Rina tidak kemudian berhenti, nalurinya bergerak melampaui stigma negatif untuk memperjuangkan hak anak anak inklusif untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak seperti anak pada umumnya.

“Jadi tahun pertama itu, kami harus keliling pulau mendatangi rumah rumah masyarakat yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus. Tidak terhitung berapa kali kami ditolak dan diabaikan, sampai akhirnya ada satu orang tua yang mau menyekolahkan anaknya di SLB. Siswa pertama tersebut yang kemudian menjadi langkah awal yang membuka pemikiran masyarakat tentang penanganan anak inskusif,” tambah Ibu Rina sambil mengusap airmata.

“Saya percaya bahwa setiap anak yang lahir ke dunia memiliki anugerahnya masing masing, sederhananya tidak ada satu orang pun yang lahir kedunia hanya untuk menjadi sia-sia. Dengan alasan tersebut saya ingin sekolah SLB ini menjadi bagian dari perjalanan mereka untuk tumbuh dan berkembang lebih baik, serta mereka mampu mendefinisikan suskes dengan cara mereka sendiri,” sambung Ibu Rina.

Dengan alasan tersebut kami bergerak memperjuangkan kesetaraan teman teman disabilitas. Ini menjadi kesempatan mereka untuk berekspresi di ruang digital dengan setara, juga membekali mereka dengan kemampuan dibidang digital untuk mengimbangi Reformasi digital yang bergerak demikian cepat.

Sabtu, 20 Agustus 2022, Saya memulai perjalanan pertama Saya sebagai JaWAra internet Sehat Kepulauan Riau dalam Roadshow Literasi Digital Bagi teman teman Disabilitas. Kabupaten pertama yang kami sambangi adalah sebuah Kepulauan yang berada di ujung utara Indonesia, Kabupaten Natuna.

Terdapat 23,07 % masyarakat Kepri adalah penyandang disabilitas. Namun, fasilitas layak disabilitas masih sangat minim. Di Kabupaten Natuna, sekolah untuk anak disabilitas baru dibangun tahun 2018. Fasilitas umum yang ramah disabilitas juga sulit kita temui, bahkan hampir tidak ada.

Roadshow ini menjadi langkah awal untuk melakukan pengenalan bagi teman teman disabilitas tentang Reformasi Digital.

Dengan kegiatan ini ada 2 masalah sosial yang ingin saya fokuskan. Pertama, Pendidikan Literasi digital bagi penyandang disabilitas. Tentunya dengan memperhatikan 4 pilar literasi digital yang telah dicanangkan oleh pemerintah pusat khusus disabilitas yaitu Digital Skills, Digital Culture, Digital Ethics dan Digital Safety.

Di mana empat pilar ini dapat memenuhi hak hak teman-teman Disabilitas di bidang teknologi dan informasi khususnya di bidang literasi digital. Kedua, keterbatasan membuat teman teman disabilitas sulit mendapatkan pekerjaan. Dengan pelatihan Digital Skill pada kegiatan ini, kami harap teman teman disabilitas dapat memiliki soft skills yang bisa digunakan nantinya untuk bekerja secara freelance atau online.

Ibu Dea Putri Ambisa sebagai Waka kurikulum SLB Natuna, yang mendampingi kami dalam acara tersebut menyampaikan apresiasi dan bangganya atas kegiatan yang di laksanakan oleh jawara internet sehat. Kegiatan ini menjadi warna baru bagi SLB dan semoga dapat menjadi program jangka panjang yang berfokus pada anak anak inklusif.

“Pertama saya sangat terharu, karena ini kali pertamanya anak-anak bisa betah selama 4 jam di ruangan itu luar biasa. Melihat antusias anak-anak melihat hal hal baru khususnya di bidang teknologi rasa bahagianya luar biasa. Karena selama ini jarang sekali ada yang mau berkunjung ke SLB, tapi hari ini Mas Patli dengan teman teman datang dengan metode pembelajaran yang kreatif dan melibatkan anak anak, lalu kita juga lihat anak anaknya sangat menikmati sekali proses belajar yang fun learning seperti ini. Sekali lagi saya sangat berterimakasih, hari ini akan mereka ingat dalam waktu yang lama dan meninggalkan kesan yang sangat baik dihati mereka,” Jelas Ibu Dea.

Empat jam bersama anak anak menjadi anugerah yang paling saya syukuri, justru dalam interasksi tersebut saya belajar lebih banyak dari mereka tentang proses bersyukur. Rasanya tidak ada yang lebih sulit daripada lahir dengan keterbatasan di perbatasan, mereka yang sering kita sebut dengan disabilitas harus melawan dua stigma masyarakat, yaitu keterbatasan dan perbatasan untuk sampai pada standar sukses yang diciptakan oleh lingkungan.

Hari ini kami bergerak menggengam erat tangan mereka untuk terus berjalan maju tanpa harus merasa berbeda. Seperti kata Ibu Rina, bahwa tidak ada manusia yang dilahirkan untuk menjadi sia sia. Kabar baiknya kita bisa memilih jalan hidup kita masing masing dengan rasa bebas.

Mungkin kemampuan mereka terbatas, tapi tentang rasa ikhlas kita lah yang harus belajar dari mereka. Saya Patli Muhamad Jawara Internet Sehat kepulauan Riau, izinkan saya memandu teman teman disabilitas menuju masa depan karena kita adalah satu kekayaan negeri yang menginspirasi.

Cerita Patli selengkapnya dapat disimak di link ini.